Opini Kader: Pilih Menjadi Serigala atau Domba?


oleh Efi Novitaningrum
Sekretaris Umum KOHATI Bulaksumur Sleman 2015-2016

Tiba-tiba hati saya tergerak untuk menulis tentang perempuan dan anak-anak. Berbekal menonton siaran di televisi tentang semakin banyaknya kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak dan perempuan sebagai korban. Tak heran berdasarkan berbagai konvensi internasional seperti CEDAW (Convention on
Elimination of all Forum of Discrimination Against Women), Convention on the Rights of Child dll menaruh perempuan dan anak-anak sebagi kaum rentan.


Kemudian saya coba mencari artikel terkait mengapa kekerasan seksual akhir-akhir ini marak di Indonesia, jika dikarenakan akses pada informasi dengan konten porno bukankah April lalu Keminfo pernah mengatakan memblokir 800.000 situs porno?

Selain itu, kebanyakan kejahatan diawali dengan konsumsi minuman keras atau narkoba, rasanya pecundang sekali melihat fakta ini seperti kasus-kasus kejahatan yang sering saya lihat saat monitoring sidang di pengadilan diawali dengan mengonsumsi miras atau obat-obatan. Klasik. Tapi kenekatan pelaku seperti menimbulkan tanda tanya besar, mengapa semcam terjadi ledakan kasus kekerasan dengan cara yang semakin keji tidak hanya memperkosa namun juga menyiksa, membunuh dan menganiaya.

Sebuah artikel yang dirilis KPAI mengatakan pelaku kejahatan seksual terbesar adalah orang terdekat. Fakta ini membuat orang dengan otak normal tentu semakin takut, cemas dan waspada. Para pihak yang seharusnya melindungi malah berubah menjadi semacam serigala berbulu domba. Jika kasus yuyun membuat publik Indonesia tercengang, atau kasus Eno dan anak SD di Mesuji yang disodomi membuat kita nyaris tidak habis pikir. Semacam ada perubahan bentuk kekerasan seksual semakin keji terus dilakukan setiap harinya dengan rentang waktu hitungan hari saja.

Kemudian saya teringat sebuah adegium yang berbunyi "HOMO HOMINI LUPUS" yang artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Maka disaat seperti inilah kita dapat memilih menjadi serigala yang memakan domba atau menjadi serigala yang menghardik serigala lain. Pilihan tersebut ada di setiap individu, jika globalism dan moderenism mengubah kita menjadi serigala individualis, tidak sadarkah kita jika serigala sesungguhnya pun hewan yang hidup dalam kelompok?

Komentar