Opini Kader: Perlindungan Satwa Sirkus dari Sudut Pandang Berimbang (Lembaga Konservasi, Government, Aktivis Pemerhati Satwa Sirkus) Ditelisik Melalui Kaca Mata Sosio-Legal



Oleh: Afriza Nandhira
Kabid Pemberdayaan Perempuan HMI Komisariat Hukum UGM

Media Masa tidak dapat dipungkiri memiliki andil yang besar dalam menggiring opini khalayak umum. Isu tentang Sirkus Lumba-Lumba, khususnya sirkus lumba-lumba keliling, sempat menjadi permasalahan yang panas di media. Satwa sirkus, khususnya lumba-lumba, dianggap dieksploitasi oleh para penyelenggara sirkus. Para pemerhati satwa sirkus berbondong-bondong melakukan aksi, menuntut supaya penyelenggaraan sirkus satwa diberhentikan. Menanggapi aksi para aktivis satwa tersebut, Kementerian Kehutanan mengeluarkan Surat KementerianDitjen Perlindungan Hutan dan Konservasi alam Nomor S. 297//IV-KKH/2013 tanggal 19 Juni 2013 yang isinya menghimbau untuk diberhentikannya penyelenggaraan sirkus lumba-lumba keliling sementara waktu di seluruh Indonesia. Permasalahan tentang satwa sirkus ini perlu untuk ditelisik dari sudut pandang yang berimbang, baik dari Lembaga Konservasi penyelenggara sirkus, Pemerintah, maupun Aktivis pemerhati satwa, melalui pendekatan Hukum dan Sosial.

Jawa Tengah memiliki dua penyelanggara sirkus satwa yang berstatus Lembaga Konservasi, yaitu PT. Wersut Seguni Indonesia (WSI) dan Batang Dolphin Center (BDC yang merupakan cabang dari Taman Safari Indonesia. Kedua badan usaha tersebut memiliki legalitas sebagai Lembaga Konservasi (LK). PT. WSI dan BDC memiliki beberapa akses sebagai implikasi sebagai sebuah LK, salah satunya yaitu melakukan peragaan satwa yang dikemas dalam bentuk sirkus, baik sirkus tetap maupun sirkus keliling. Penolakan terhadap penyelenggaraan sirkus satwa, terkhusus sirkus satwa keliling, selalu disuarakan oleh para aktivis pemerhati animal walfare karena mereka menganggap LK penyelenggara sirkus melakukan eksploitasi satwa. Menanggapi tuduhan itu, PT. WSI maupun BDC tetap bertahan dengan berpedoman pada berbagai produk hukum, yaitu UU No. 5 Tahun 1990, PP No. 7 dan PP No. 8 Tahun 1999, Per. Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam yang disusun untuk mengatur sedemikian rupa sehingga satwa-satwa sirkus tetap mendapatkan hak-haknya sebagai upaya terpenuhinya kesejahteraan satwa sirkus itu sendiri.

PT. WSI maupun BDC menolak tuduhan eksploitasi satwa yang mereka miliki. Pembelaan mereka antara lain PT. WSI dan BDC tergabung dalam asosiasi penyelenggara sirkus lumba-lumba. Melalui asosiasi tersebut, para penyelenggara telah membuat Standart Operational Procedure (SOP) yang mengatur mengenai penyelenggaraan sirkus, termasuk standart pengangkutan lumba-lumba, dan pemeliharaan satwa-satwa sirkus, khususnya lumba-lumba. SOP yang dibuat didasarkan pada peraturan internasional dan Pedoman dari Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Selain itu, mereka juga telah memiliki tim medis satwa yang bertugas khusus merawat para satwa. Lumba-lumba yang mereka miliki pun merupakan lumba-lumba yang tersangkut di jaring nelayan yang kemudian dilaporkan kepada Badan Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah (BKSDA Jateng), Kedua Lembaga Konservasi tersebut juga berdalih bahwa mereka tidak hanya memburu keuntungan, namun mereka juga melaksanakan fungsi mereka sebagai LK, antara lain pengembangbiakkan dan/atau penyelamatan satwa (Bab V Pasal 22 Ayat (1) menerangkan bahwa Lembaga Koservasi mempunyai Fungsi utama yaitu pengembangbiakkan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya ). PT. WSI telah melakukan breeding lumba-lumba sekali namun kemudian mati, dan BDC berhasil mengembangbiakkan lumba-lumba pada tahun 2011. Mengenai fungsi penyelamatan, mereka telah melakukan rescue terhadap lumba-lumba yang terjaring oleh jaring nelayan.


*) dokumen milik peneliti

BKSDA Jateng membenarkan bahwa PT. WSI dan BDC secara hukum sudah memenuhi seluruh ketentuan yang ada. BKSDA sebagai pihak yang telah memberikan ijin pertunjukkan sirkus memiliki tanggung jawab untuk selalu memonitoring kelayakan perawatan satwa dan penyelenggaraan sirkus satwa yang dilakukan sebulan dan/atau triwulan sekali. Sejauh ini tidak ditemukan eksploitasi satwa. BKSDA Jateng mengungkapkan bawha Sirkus lumba-lumba keliling dihimbau diberhentikan sementara hanya berlaku sampai dikelurakannya pedoman peragaan lumba-lumba, yaitu Per. Ditjen Perlindungan Hutan dan Koservasi Alam Sk. 1/IV-SET/2014 tanggal 21 Januari 2014 tentang Peragaan Lumba-lumba. Hukum tentu tidak sedinamis fenomena yang terjadi. 

Berdasarkan pada hal tersebut Animal Friends Joga (AFJ), sebagai penggiat kesejahteraan hewan, tetap menolak diadakannya sirkus, walaupun PT. WSI dan BDC secara hukum memiliki legalitas. Awal mula sirkus lumba-lumba disorot adalah karena ditemukannya lumba-lumba mati saat show. Merujuk hal tersebut, AFJ meyakini bahwa satwa sirkus khususnya lumba-lumba tetap tidak layak dipelihara di luar habitat aslinya, karena AFJ menilai penyelenggara sirkus belum memberikan fasilitas yang sepadan ketika mereka hidup di alam. Selain itu, LK tersebut juga dinilai tidak benar-benar menjalankan fungsinya melainkan berfokus untuk mengejar keuntungan dan satwa-satwa tersebut hanya dijadikan badut. AFJ menyarankan supaya peragaan lumba-lumba langsung dilakukan di alam jika LK beragumen bahwa sirkus lumba-lumba salah satu manfaatnya sebagai sarana edukasi.

Terlepas dari Lembaga Konservasi penyelenggara sirkus satwa sudah memenuhi seluruh ketentuan hukum yang ada, regulasi yang ada harus tetap diadakan pembaharuan. Peraturan yang ada harus mengatur secara rigid mengenai jumlah maksimal lumba-lumba yang boleh diperlihara di luar hasilbreeding, target dilakukannya pengembangbiakkan satwa dalam waktu tiga tahun sekali, selain itu juga diwajibkannya Lembaga Koservasi melibatkan pihak-pihak lain, seperti akademisi, NGO, dalam membuat SOP penyelenggaraan sirkus maupun untuk pemeliharaan satwa sirkus.


Tim Pekan Kreativitas Mahasiswa – Penelitian Sosial Humaniora (PKM-PSH) “Implementasi Pelindungan Satwa Sirkus di Provinsi Jawa Tengah : Sebuah Pendekatan Sosio-Legal”
Anggota:
1. Afriza Nandira
2. Adita Putri Hapsari
3. Hermawan Bagaskara Dewa
4. Odam Asdi Artosa
5. Shifa Asma Ahsanitaqwim

Komentar