oleh Siti Fata
Ketua Umum KOHATI Cab. Bulaksumur Sleman
Tepat pada tanggal 16 April 2016 kemarin merupakan peringatan tragedi Setrojenar yakni penembakan petani pada tanggal 16 April 2011 oleh pihak TNI. Para petani dan warga Urutsewu tidak terima atas klaim sepihak dari TNI terhadap lahan desa milik mereka, sekaligus tindakan yang semakin meresahkan warga yakni pematokan tanah secara sewenang-wenang oleh tentara. Tindakan klaim oleh pihak TNI ini sebenarnya sudah sejak tahun 1930an yang diawali dengan 'meminjam' tanah Urut Sewu untuk latihan menembak. Tetapi kini 'meminjam' berubah menjadi upaya merampas tanah warga. Ketika warga Urut Sewu berusaha meraih kembali hak-hak mereka atas tanah mereka, justru TNI menggunakan kekerasan bahkan senjata api untuk menyiksa para warga ketika warga melakukan aksi damai.
Bersama dengan Amanatia Junda dari Gerakan Literasi Indonesia (GLI) sekaligus sebagai anggota dari Solidaritas Budaya untuk Masyarakat Urut Sewu (ESBUMUS), ia berbagi pengalamannya dengan kawan-kawan KOHATI Cabang Bulaksumur dan Bidang Pemberdayaan Perempuan HMI Komisariat Persiapan Filsafat UGM. Bertempat di Musola Filsafat, Amanatia bercerita tentang pengalamannya terlibat langsung dengan warga Urut Sewu yang melakukan perlawanan terhadap TNI. Ia ikut merasakan betapa perjuangan bertahun-tahun terus menerus serta dari tahun ke tahun represi yang dialami oleh warga semakin memburuk. Pihak militer menggunakan tendangan, pukulan, dan tembakan terlebih dahulu untuk membungkam suara perlawanan rakyat. Selain itu Amanatia merupakan saksi bagaimana warga Urut Sewu diteror dan dipecah belah suaranya jika menuntut hak atas tanah mereka. Bahkan pada 26 Agustus 2015 silam, bertempat di Nol Km Malioboro, aksi solidaritas untuk Petani Urutsewu dibubarkan oleh aparat. Hingga kini kasus Urut Sewu tidak mendapatkan kejelasan penuntasannya, bahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar, diam saja sementara TNI terus membuat warga kehilangan tanahnya.
Harapannya agar kawan-kawan kader perempuan di lingkungan HMI Cabang Bulaksumur Sleman mampu meniru semangat Amanatia sebagai perempuan dan mahasiswa yang mau turun langsung ke lapangan dalam upaya membantu kaum marginal yang tertindas. Sebab saat menjadi mahasiswa dan sebagai anggota pergerakan merupakan saat yang tepat untuk mengukuhkan idealisme kita dalam bertindak terhadap kebaikan dan menolak kemungkaran. Apalagi sebagai perempuan, waktu-waktu seperti ini adalah untuk memupuk kesadaran bahwa penindasan akan terus ada di berbagai lini dan aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dari itu, KOHATI Cabang Bulaksumur Sleman ikut mendukung 4 tuntutan untuk segera hentikan konflik Urut Sewu:
1) usut tuntas kasus kekerasan fisik petani dan warga Urutsewu di Desa Wiromartan
2) hukum berat aparat TNI AD yang melakukan kriminalisasi warga dan copot Dandim Kebumen atas tindakan anak-buahnya,
3) robohkan pagar yang membatasi petani Urutsewu dari tanahnya
4) jadikan wilayah Urutsewu sebagai kawasan wisata dan pertanian.
Bacaan rujukan:
suasana diskusi sore bersama Amanatia
Komentar
Posting Komentar