Opini Kader: Refleksi MUNASKOH XXII; Wahana Belajar HMI-wati se-Indonesia

Oleh Siti Fata
Ketum KOHATI Cabang Bulaksumur



Terhitung sejak tanggal 22 November 2015, forum pengambilan keputusan tertinggi di Korps HMI-wati tingkat Nasional, yakni Musyawarah Nasional KOHATI (MUNASKOH) yang ke XXII resmi dibuka oleh Arief Rahman (kini ketua umum demisioner PB HMI periode 2013-2015) di Gelanggang Remaja, Pekanbaru, Riau. Pembukaan yang turut dihadiri oleh ketua umum FORHATI Pekanbaru ini dimeriahkan oleh lebih dari seratus kader KOHATI cabang dari berbagai daerah di Indonesia. Meskipun hingga hari ketiga munas, masih ada cabang yang baru datang menyusul dikarenakan jadwal penerbangan pesawat yang tidak pasti, terhitung ada 199 cabang yang hadir dengan 186 cabang yang memiliki suara penuh.

Direncanakan usai pada tanggal 26 November 2015, munas justru selesai pada tanggal 4 Desember 2015 pukul 13.00 WIB. Forum akhirnya ketuk palu setelah memakan waktu lebih dari 12 jam penuh tanpa istirahat kecuali jeda sholat subuh. Meski harus berpindah-pindah gedung sebanyak tiga kali, yakni Gelanggang Remaja, Gedung Juang 45 dan Gedung Museum Nila, munas berjalan cukup lancar. Sidang Pleno I hingga IV berjalan khidmat ala sidang-sidang HMI lainnya. Hujan interupsi, riuh ramai teriakan peserta, suara-suara melengking peserta, meja yang dipukul, botol air mineral yang melayang, ketuk palu memohon perhatian, wajah cemas presidium sidang, hingga tidur di sela-sela menanti mulainya sidang yang sangat terlambat dari waktu yang telah disepakati adalah ke-khidmat-an yang dimaksud.

MUNASKOH ke XXII mampu mengumpulkan kader-kader HMI-wati terbaik se-Indonesia yang militansinya diuji habis-habisan di forum besar ini. Cabang mana yang melahirkan kader pemberani, kader militan, kader vokal, kader pemberontak, kader pemain peran, kader berwawasan luas, kader yang sekedar ikut datang untuk menghadiri Sidang Pleno IV saja, hingga kader berkualitas insan cita betulan ada di dalam satu ruang. Duduk bersama, sesekali memperbincangkan kondisi perkaderan KOHATI di masing-masing cabang, mengeluhkan kinerja OC dan SC yang tidak jelas, hingga masuk ke topik andalan 'pilih Yunda XXX aja yuk!'. Keberagaman dalam tubuh KOHATI yang sejatinya juga menopang tubuh HMI, hadir jadi satu dalam sebuah ruangan besar saling mempertaruhkan nama, jati diri, suara hingga harga diri cabang.

Berbagai macam parfum, ratusan tusuk bakso bakar, uang receh untuk naik angkot, hingga berbotol-botol minuman energi adalah saksi nyata kepedulian para perempuan HMI ini terhadap masa depan organisasi yang diimaninya adalah organisasi kerakyatan dan keislaman yang mampu menyelamatkan dunia dari keterpurukan. Kader HMI-wan dari cabang saya yang semula berpikir, MUNASKOH hanyalah ajang arisan ibu-ibu tingkat nasional terperanjat kaget ketika pada akhirnya mereka menyimak langsung, betapa MUNASKOH adalah rahim maha tangguh, tempat melahirkan kembali kader-kader HMI-wati dengan niatan baru ber-KOHATI, ketika mereka pulang ke cabang masing-masing membawa kabar kandidat ketua jagoannya kalah ketika pemilihan umum.

Selain itu forum ini merupakan wahana belajar luar biasa yang tidak bisa (dan tidak mau) diikuti oleh sembarang kader KOHATI. Belajar bagaimana merencanakan acara, menyelenggarakan acara, menyelesaikan acara, mencari dana demi keterlangsungan acara, hingga bagaimana memanusiakan manusia. Seluruh hapalan ayat, NDP, Konstitusi HMI, Pedoman Dasar KOHATI, hasil Latihan Khusus KOHATI, hingga LK-LK yang sudah dilewati dengan hati riang, diuji sepenuhnya seolah bertemu dengan calon mertua! Bikin deg-degan, takut idealisme yang susah-susah dibangun sejak di komisariat runtuh. Bukan sekedar mengkritisi kinerja KOHATI PB HMI periode lalu yang dinilai 'kalau segini doang namanya sih bukan KOHATI PB! tapi KOHATI cabang!' dan bikin su'udzon kader se-Indonesia.

Akhir kata, pengalaman ber-MUNASKOH merupakan berkah Illahi yang harus disyukuri sebagaimana jadinya. Persoalan sempat terlantar karena penginapan tidak jelas, sempat kelaparan karena katering yang terhenti, dan sempat-sempat lainnya, toh kesempatan ini masih bisa disyukuri juga. Termasuk kesempatan menyaksikan pelimpahan suara besar-besaran tanpa ada pemilihan putaran kedua yang membuat saya ikut menangis bersama simpatisan kandidat lainnya. Abaikan kata orang bahwa perempuan hanya berkuasa di ranah domestik. Ada MUNASKOH yang mampu memberikan kuasa pada perempuan-perempuan HMI, lebih dari kuasa gunjingan tetangga!

Yogyakarta, 2 Januari 2016

Komentar